Khutbah Jum'at : Kriteria Memilih Pemimpin Perspektif Islam
Oleh : Musaneb, S.HI.,MH
Ketua IPQAH Kabupaten Sarolangun
Ketua IPQAH Kabupaten Sarolangun
اَلْحَمْدُِللهِ
َحمْدَالشَّاكِرِيْنَ، وَاَشْهَدُاَنْ لاَاِلٰهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ
لَهُ اٰلِهَ اْلأَوَّلِيْنَ وَاْلأٰ خِرِيْنَ. وَاَشْهَدُاَنَّ ُمحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلَهَ خَاَتمُ اْلأَنْبِيَاءِ وَاْلمُرْسَلِيْنَ. اَللّٰهُمَّ
صَلِّ عَلىٰ َمحَمَّدٍ صَلىَّاللهُ عَلَيْهِ وَعَلىٰ اٰلِهِ وَصَحْبِهِ
َاجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًاكَثِيْرًا ﴿اَمَّا
بَعْدُ﴾ اُوْصِيْكُمْ
عِبَادَاللهِ وَاِيَّايَ بَتَقْوَىاللهِ فَقَدْ فَازَاْلمُتَّقُوْنَ.
Hadirin
Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah.
Kita sedang berada di tahun 2019,
tahun dimana kita bangsa Indonesia akan memilih calon-calon pemimpin yang akan
menjadi presiden dan wakil presiden dan wakil rakyat baik ditingkat daerah, provinsi maupun wakil kita di
tingkat pusat. Memang dalam ajaran Islam, keberadaan seorang pemimpin adalah
suatu keharusan. Hal ini tergambar dari firman Allah SWT yang berbunyi :
يۤااَيُّهَاالَّذِيْنَ اٰمَنُوْااَطِيْعُوااللهَ
وَاَطِيْعُواالرَّسُوْلَ وَاُوْلىِ اْلأَمْرِمِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فىِ شَيْءٍ
فَرُدُّوْهُ اِلىَ اللهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْكُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِااللهِ
وَالْيَوْمِ اْلاٰخِرِ ذٰالِكَ خَيْرٌوَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلاً
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul-Nya dan pemimpin di antara kamu. Kemudian jika kamu
berbeda pendapat tentang sesuatu maka kembalilah (atau selesaikanlah)
berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa : 59).
Dari ayat ini dapat dipahami
bahwa hubungan antara Allah, Rasul-Nya dan pemimpin sangat erat. Allah adalah
Sang Pencipta yang menetapkan aturan-aturan yang tertuang dalam Al-Qur’an.
Muhammad SAW adalah utusan Allah yang menjabarkan al-Qur’an dengan sunnahnya.
Sementara itu, seorang pemimpin seharusnya melaksanakan apa yang telah
digariskan dalam A-Qur’an dan sunnah sehingga ajaran Allah dan rasul-Nya dapat
terwujud di muka bumi ini. Karena itu, keberadaan seorang pemimpin sangatlah
penting dalam rangka mewujudkan nilai-nilai Islam di tengah-tengah masyarakat.
Kaharusan adanya seorang pemimpin
juga ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu hadits yang artinya :
“Jika
ada dua orang diantara kamu bepergian ke suatu tempat, maka hendaklah salah
seorangnya menjadi pemimpin”.
Hadits
ini mengandung arti bahwa seorang pemimpin itu mutlak diperlukan bahkan untuk
jumlah komunitas yang paling sedikit sekalipun dan untuk waktu yang paling
singkat sekalipun. Artinya pula, jangan sampai ada suatu masa dimana suatu
masyarakat tidak memiliki seorang pemimpin.
Dalam
sejarah dunia, umat manusia hampir tidak pernah hidup tanpa kehadiran seorang
pemimpin. Dalam sejarah Islam, setelah Nabi Muhammad SAW wafat maka masalah
pertama yang dibahas para sahabat saat itu adalah siapa pemimpin pengganti
nabi. Setelah musyawarah yang diadakan Tsaqifah Bani Sa’idah, maka
dipilihlah sahabat senior Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama
pengganti nabi SAW dan begitulah seterusnya dengan sahabat-sahabat yang lain.
Hadirin
Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah.
Berkaitan dengan keharusan adanya
seorang pemimpin, maka memilih seorang calon pemimpin menjadi suatu keharusan
pula. Namun dalam memilih seorang calon pemimpin kita harus merujuk kepada
rambu-rambu atau nilai-nilai yang ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Nilai yang paling utama adalah ketaqwaan calon tersebut terhadap Allah dan Rasul-Nya,
artinya calon tersebut harus pula memiliki kemampuan untuk mengajak dan
menggerakkan orang lain untuk bertaqwa kepada Allah dan Rasul. Allah SWT
berfirman :
كُنْتُمْ خَيْرُاُمَّةٌ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
تَأْمُرُوْنَ بِاْلمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ اْلمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ
بِاللهِ ...
“Kamu adalah ummat terbaik bagi
manusia. Karena kamu mengajak orang lain untuk berbuat baik dan mencegah
perbuatan mungkar dan beriman kepada Allah SWT”.
Hadirin
Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah.
Kedua, Selain bertaqwa pemimpin
juga harus jujur (al-Amin) dan amanah. Pemimpin baru disebut jujur
manakala ia mampu memberi rasa aman. Jujur (al-Amin) inilah gelar yang
disandang Rasulullah SAW sebelum dirinya diangkat menjadi nabi. Kata amanah (kepercayaan),
amin (jujur) dan iiman (keimanan) adalah rangkaian kata yang
tidak bisa dipisahkan. Kepercayaan adalah buah kejujuran sedangkan kejujuran
adalah bagian terpenting dari keimanan.
Ada
perbedaan mendasar antara sikap jujur dengan amanah. Seseorang yang mengaku
bahwa dirinya benar mendapat titipan uang mungkin bisa disebut jujur. Tapi
ketika ia tidak mampu mengembalikan uang itu tepat pada waktunya, atau ia
gunakan untuk keperluan tidak pada tempatnya, tindakannya tidak bisa disebut
amanah. Ia jujur tapi tidak amanah.
Bagi seorang pemimpin, kejujuran
dan sikap amanah harus seiring dan sejalan. Diantara alasan terpenting
diterimanya nabi Musa AS
oleh ayah dua wanita yang ditolongnya (yakni nabi Ayyub AS).
Selain nabi Musa itu qawiyyun (kuat), ia juga amiin (jujur).
Begitupun nabi Yusuf AS, beliau diangkat sebagai bendaharawan
raja Mesir kala itu, bukan karena nabi Yusuf
makiin (berkedudukan tinggi) tapi juga amiin (jujur). Sikap jujur harus dilatih sejak dini karena
orang yang biasa jujur yang akan mampu menghalau segala kemunafikan.
Hadirin
Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah.
Ketiga,
sikap yang harus dimiliki oleh pemimpin itu adalah Tawadhu’. Imam
Syafi’i mendefinisikan tawadhu’ ini
dengan ungkapannya : “Sikap tawadhu’ adalah akhlak orang-orang mulia
sedangkan takabbur adalah ciri orang-orang tercela”. Allah SWT berfirman
:
اِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ مَنْ كَانَ ُمخْتاَلاً
فَخُوْرًا
“Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (QS.
An-Nisa’ : 36)
Sikap
tawadhu’ sangat erat kaitannya dengan sifat ikhlas. Rangkuman
keikhlasan seorang hamba ada pada ketawadhuannya, orang yang mampu bersikap tawadhu’
berarti keikhlasan telah bersarang dihatinya. Bedanya, ketawadhuan banyak
berhubungan dengan manusia secara sosial sedangkan ikhlas lebih bersifat
langsung kepada Allah SWT.
Tawadhu’
bukan berarti menghinakan diri. Seorang direktur sebuah perusahaan besar yang
turut menyapu lantai bersama anak buahnya, belum tentu bisa disebut tawadhu’,
bisa jadi ia sedang mencari muka di depan anak buahnya. Tapi ketika Umar
bin Khattab menyantap makanan bersama rakyatnya, disanalah tawadhu’ menemukan
definisinya. Ketika Umar bin Khattab lari sambil berjalan kaki sedangkan utusan
Sa’ad bin Abi Waqqash yang datang dari Qasidiah menunggang kuda, disinilah
makna rendah hati yang sebenarnya. Saat Umar bin Khattab datang menuntun hewan
tunggangannya secara bergantian dengan pembantunya ke Biatul Maqdis, demikian
arti tawadhu’ yang sesungguhnya. Makna tawadhu’ tak cukup
dijelaskan dengan kata-kata tetapi harus diwujudkan dengan sikap nyata.
Dan yang terakhir, calon pemimpin
haruslah memiliki sikap terbuka dan bertanggungjawab. Terbuka berarti siap
untuk menerima kritik maupun saran tentang kepemimpinannya. Inilah yang
dilakukan oleh sahabat nabi yang bernama Umar bin Khattab ketika terpilih
sebagai kholifah, beliau berpidato di depan sahabat-sahabatnya meminta agar
para sahabat meluruskannya kalau ia melakukan kesalahan.
Hadirin
Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah.
Seorang pemimpin dituntut untuk
mengetahui sebanyak mungkin tentang kondisi orang-orang yang dipimpinnya. Untuk
itu ia memerlukan “teropong” yang bisa menjangkau kejauhan yang tak bisa
dicapai oleh mata biasa.
Kesalahan terjadi jika pemimpin
hanya menggunakan teropong kecil dan tidak mau menggunakan teropong baru yang
lebih besar dan bening. Dengan demikian, jangkauan teropongnya lebih luas dan
detil. Seluas jangkauan teropong Umar bin Khattab yang bisa melihat keledai
yang terpeleset di wilayah Irak, jauh dari Madinah. Sedetil teropong Umar yang
bisa melihat seorang ibu menanak batu untuk menghibur anaknya yang kelaparan
pada penggalan malam nan gulita. Sebening teropong Umar yang mampu menyadap
suara isak tangis seorang wanita yang ditinggal suaminya berjihad dan obrolan
gadis kecil yang meminta ibunya agar mencampur susu dengan air. Wahai para
pemimpin dan calon pemimpin, ingatlah bahwa Rasulullah SAW telah memperingatkan lewat sabdanya :
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ
“Kamu
sekalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban terhadap kepemimpinanmu”.
Hadirin
Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah.
Demikian
khutbah kita pada hari ini, mudah-mudahan kita dianugerahkan oleh Allah SWT
seorang pemimpin yang dapat membawa kebaikan dunia dan akhirat. Amin Ya
Rabbal’alamin.
باَرَكَ اللهُ ِلى وَلَكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأَ يَاتِ وَالذِّكْرِ
اْلحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّاوَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ
اْلعَلِيْمُ.
Khutbah Kedua Setiap
Jum’at
Oleh : Mushanef, S.HI
اَلْحَمْدُ ِللهِ وَكَفٰى
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىٰ النَّبِيِّ اْلمُصْطَفٰى وَعَلىٰ اٰلِهِ
وَصَحْبِهِ اَهْلِ الصِّدْقِ وَاْلوَفىٰ. أَشْهَدُاَنْ لاَاِلٰهَ اِلاَّالله
ُوَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللّٰهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ اٰلِهِ
وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًاكَثِيْرًا. (أَمَّا بَعْدُ) فَيَا عِبَادَاللهِ. إِتَّقُوْاالله َحَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَاعْلَمُوْا اَنَّ
اللهَ تَعَالىٰ صَلىَّ عَلىٰ نَبِيِّهِ
قَدِيْمًا. فَقَالَ تَعَالىٰ اِنَّ الله َوَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىٰ
النَّبِى يَااَيُّهَاالَّذِيْنَ اٰٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ
عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
كَمَا صَلَّيْتَ عَلىٰ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعلىٰ اٰلِ سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ اٰلِ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلىٰ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىٰ اٰلِ
سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فىِالْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
َاْلأَحْيَاءِمِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعَوَاتِ يَاقَاضِيَ اْلحْاَجَاتِ. رَبَّنَااغْفِرْلَنَا وَِلإِخْوَانِنَاالَّذِيْنَ
سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فىِ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ
أَمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُفٌ رَحِيْمٌ. رَبَّنَا اٰتِنَا فىِ
الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفىِ اْلأَخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَاللهِ,
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِلْقُرْبٰى
وَيَنْهٰى عَنِ اْلفَخْشَاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ. اَقِمِ الصَّلاَةِ.